Minggu, 08 Maret 2009

Kendala Dalam Meningkatkan Keprofesionalan Guru

Rendahnya mutu pendidikan khususnya pembelajaran Indonesia merupakan cerminan rendah atau kurangnya mutu profesionalitas guru dalam melaksanakan dan mempertanggung jawabkan pembelajaran. Rendahnya mutu profesionalitas guru-guru di Indonesia menurut disebabkan antara lain:

a. Kualifikasi dan latar belakang pendidikan tidak sesuai dengan bidang tugas.Dilapangan banyak di antara guru mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi dan latar belakang pendidikan yang dimiliki.

b. Tidak memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas. Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, seorang guru selain terampil mengajar, juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik.

c. Penghasilan tidak ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. Sementara ini guru yang berprestasi dan yang tidak berprestasi mendapatkan penghasilan yang sama. Memang benar sekarang terdapat program sertifikasi. Namun, program tersebut tidak memberikan peluang kepada seluruh guru. Sertifikasi hanya dapat diikuti oleh guru-guru yang ditunjuk kepala sekolah yang notabene akan berpotensi subjektif.

d. Kurangnya kesempatan untuk mengembangkan profesi secara berkelanjutan. Banyak guru yang terjebak pada rutinitas. Pihak berwenang pun tidak mendorong guru ke arah pengembangan kompetensi diri ataupun karier. Hal itu terindikasi dengan minimnya kesempatan beasiswa yang diberikan kepada guru dan tidak adanya program pencerdasan
guru, misalnya dengan adanya tunjangan buku referensi, dan pelatihan berkala. Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai he does his job well. Artinya, guru haruslah orang yang memiliki insting pendidik, paling tidak mengerti dan memahami peserta didik. Guru harus menguasai secara mendalam minimal satu bidang keilmuan. Guru harus memiliki sikap integritas profesional. Dengan integritas barulah, sang guru menjadi teladan atau role model.

e. Masih cukup banyak guru Indonesia baik yang bertugas di SD/MI maupun di SLTP/MTs dan SMU/SMA yang tidak berlatar belakang pendidikan sesuai dengan ketentuan dan bidang studi yang dibinanya.

f. Masih sangat banyak guru Indonesia yang memiliki kompetisis rendah dan memprihatinkan.

g. Masih banyak guru di Indonesia yang kurang terpacu dan termotivasi untuk memberdayakan diri, mengembangkan profesionalitas diri atau memutakhirkan pengetahuan mereka secara terus-menerus dan berkelanjutan, meskipun cukup banyak guru Indonesia yang sangat rajin menaikkan pangkat mereka dan sangat rajin pula mengikuti program-program pendidikan kilat atau jalan pintas yang dilakukan oleh berbagai lembaga pendidikan.

h. Masih sangat banyak guru Indonesia yang kurang terpacu, terdorong, dan tergerak secara pribadi untuk mengembangkan profesi mereka sebagai guru.

i. Persoalan rambu-rambu atau acuan pelaksanaan, arah kebijakan pendidikan, paradigma sistem pendidikan, termasuk sistem dan kurikulum yang selalu mengalami perubahan.

j. Semakin cepatnya perkembangan tehnologi sehingga menuntut guru lebih proaktif terhadap perkembangan tersebut.

k. Kesempatan guru yang sangat terbatas dalam mengembangkan kemampuannya..

l. Sistem yang selama ini digunakan oleh guru masih monoton sehingga berpengaruh terhadap pola pikir siswa.


Cara dan Proses Untuk Meningkatkan Keprofesionalan Guru

Pengembangan dan peningkatan mutu profesionalitas guru Indonesia, bukanlah persoalan yang mudah. Oleh karena itu, guru, masyarakat dan pemerintah harus bersinergi dan berkomitmen untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu profesionalitas guru. Hal ini harus dilakukan secara berkelanjutan, karena profesionalitas guru terus berkembang. Tanpa profesionalitas, guru tidak mungkin diharapkan menjadi pemicu utama peningkatan mutu pendidikan. Guru profesional harus memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik. Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional. Disamping itu, pemerintah juga membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah ( Undang-Undang No.14 tahun 2005 pasal 34 ayat 1 ).

Untuk meningkatkan keprofesionalan tersebut, guru harus :

1. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.

2. memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya.

3. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.mematuhi kode etik profesi

4. memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.

5. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan. Perlu ditata ulang sistem penggajian guru agar gaji yang diterimanya setiap bulan dapat mencukupi kebutuhan hidup diriny dan keluarganya dan pendidikan putra-putrinya. Dengan penghasilan yang mencukupi, tidak perlu guru bersusah payah untuk mencari nafkah tambahan di luar jam kerjanya.

6. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya.

7. memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum (sumber UU tentang Guru dan Dosen).

8. pelatihan dan sarana. Salah satu usaha untuk meningkatkan profesionalitas guru adalah pendalaman materi pelajaran melalui pelatihan-pelatihan ( misal : peningkatan profesionalisme guru melalui lesson study ).

Sasaran Sikap Profesional Guru

Secara umum, sikap profesional seorang guru dilihat dari faktor luar. Akan tetapi, hal tersebut belum mencerminkan seberapa baik potensi yang dimiliki guru sebagai seorang tenaga pendidik. Menurut PP No. 74 Tahun 2008 pasal 1.1 Tentang Guru dan UU. No. 14 Tahun 2005 pasal 1.1 Tentang Guru dan Dosen, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalar pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU. No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 1.4). Guru sebagai pendidik professional dituntut untuk selalu menjadi teladan bagi masyarakat di sekelilingnya.

1. Sikap Pada Peraturan

Pada butir sembilan Kode Etik Guru Indonsia disebutkan bahwa : ” Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan” (PGRI,1973). Kebijaksanaan pendidikan di negara kita dipegang oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan oleh aparatur dan abdi negara. Guru mutlak merupakan unsur aparatur dan abdi negara. Karena itu guru harus`mengetahui dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan. Setiap Guru di Indonesia wajib tunduk dan taat terhadap kebijaksanaan dan peraturan yang ditetapkan dalam bidang pendidikan, baik yang dikeluarkan oleh Depdikbud maupun departemen lainnya yang berwenang mengatur pendidikan. Kode Etik Guru Indonesia memiliki peranan penting agar hal ini dapat terlaksana.

2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi

Dalam UU. No 14 Tahun 2005 pasal 7.1.i disebutkan bahwa ” guru harus memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.”

Pasal 41.3 menyebutkan ” Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi” Ini berarti setiap guru di Indonesia harus tergabung dalam suatu organisasi yang berfungsi sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Di Indonesia organisasi ini disebut dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Dalam Kode `Etik Guru Indonesia butir delapan disebutkan : Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Ini makin menegaskan bahwa setiap guru di Idonesia harus tergabung dalam PGRI dan berkewajiban serta bertanggung jawab untuk menjalankan, membina, memelihara dan memajukan PGRI sebagai organisasi profesi. Baik sebagai pengurus ataupun sebagai anggota. Hal ini dipertegas dalam dasar keenam kode etik guru bahwa Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan, dan meningkatkan martabat profesinya. Peningkatan mutu profesi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan dan berbagai kegiatan akademik lainnya. Jadi kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada pendidikan prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan dapat juga dilakukan setelah lulus dari pendidikan prajabatan ataupun dalam melaksanakan jabatan.

3. Sikap Terhadap Teman Sejawat

Dalam ayat Kode Etik Guru disebutkan bahwa ” Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.” Ini berarti bahwa:

1. Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya.

2. Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.

Dalam hal ini ditunjukkan bahwa betapa pentingnya hubungan yang harmonis untuk menciptakan rasa persaudaraan yang kuat di antara sesama anggota profesi. Di lingkungan kerja, yaitu sekolah, guru hendaknya menunjukkan suatu sikap yang ingin bekerja sama, menghargai, pengertian, dan rasa tanggung jawab kepada sesama personel sekolah. Sikap ini diharapkan akan memunculkan suatu rasa senasib sepenanggungan, menyadari kepentingan bersama, dan tidak mementingkan kepentingan sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Sehingga kemajuan sekolah pada khususnya dan kemajuan pendidikan pada umumnya dapat terlaksana. Sikap ini hendaknya juga dilaksanakan dalam pergaulan yang lebih luas yaitu sesama guru dadri sekolah lain.

4. Sikap Terhadap Anak Didik

Dalam Kode Etik Guru Indonesia disebutkan : ”Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila”. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidika nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusia Indonesia yang seutuhnya.

Tujuan Pendidikan Nasional sesuai dengan UU. No. 2/1989 yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Kalimat ini mengindikasikan bahwa pendidikkan harus memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta didik.

Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula. Dalam mendidik guru tidak hanya mengutamakan aspek intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial, maupun yang lainnya sesuai dengan hakikat pendidikan.

5. Sikap Tempat Kerja

Untuk menyukseskan proses pembelajaran guru harus bisa menciptakan suasana kerja yang baik, dalam hal ini adalah suasana sekolah. Dalam kode etik dituliskan: ”Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.” Oleh sebab itu guru harus aktif mengusahakan suasana baik itudengan berbagai cara, baik dengan penggunaan metode yang sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan yang lainnya yang diperlukan.

Selain itu untuk mencapai keberhasilan proses pembelajaran guru juga harus mampu menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama perangkat sekolah, orang tua siswa dan juga masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengundang orang tua sewaktu pengambilan rapor, membentuk BP3 dan lain- lain.

6. Sikap Terhadap Pemimpin

Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun yang lebih besar, guru akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata kepemimpinan mulai dari cabang, daerah, sampai kepusat. Begitu juga sebagai anggota keluarga besar depdikbud, ada pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah, kakandep, dan seterusnya sampai kementeri pendidikan dan kebudayaan. Kerja sama juga dapat diberikan dalam bentuk usulan dan masahan kritik yang membangun danemi peencapaian tujuan yang telah digariskan bersama dan kemajuan organisasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif, dan loyal terhadap pimpinan.

7. Sikap Terhadap pekerjaan

Dalam undang-undang No.14 Tahun 2005 pasal 7 ayat 1, tentang guru dan dosen, disebutkan profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip :

a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme

b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia

Hal ini berarti seorang guru sebagai pendidik harus benar-benar berkomimen dalam memajukan pendidikan. Guru harus mampu melaksanakan tugasnya dan melayani pesrta didik dengan baik. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus selalu dapat menyesuaikan kemampuan dengan keinginan masyarakat, dalam hal ini peserta didik dan para orang tuanya. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karenanya guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengtahuan dan keterampilannya.

Dalam butir keenam, guru dituntut secara pribadi maupun kelompok untuk meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru sebagaimana juga dengan profesi lainnya, tidak mungkin dapat meningkatkan mutu dan martabat profesinya bila guru itu tidak meningkatkan atau menambah pengetahuan dan keterampilannya, karena ilmu dan pengetahuan yang menunjang profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Berdasarkan pasal 7 ayat 1, disebutkan guru sebagai tenaga pendidik memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepangjang hayat. Untuk meningkatkan mutu profesi, guru dapat melakukan secara formal maupun informal. Secara formal, guru dapat mengikuti berbagai pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan dan waktunya. Pada umumnya, bagi guru yang telah berstatus sebagai PNS, pemerintah memberikan dukungan anggaran yang digunakan untuk peningkatkan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru ( Pasal 13 Ayat 1 ). Secara informal, guru dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui media massa ataupun membaca buku teks dan pengetahuan lainnya.

Model Pembelajaran Jigsaw

Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson’s. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya.

Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur seperti gergaji. Menurut Arends (1997), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw dalam matematika, yaitu:

1. Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 – 6 orang

2. Masing-masing kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk membahas topik, wakil ini disebut dengan kelompok ahli

3. Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk menguasai topik tersebut

4. Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya

5. Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah didiskusikan

Kunci pembelajaran ini adalah interpedensi setiap siswa terhadap anggota kelompok untuk memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan tes dengan baik.

Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu:

1. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar,karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya

2. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat

3. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.

Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan yaitu :

1. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi masalah ini guru harus benar-benar memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus menekankan agar para anggota kelompok menyimak terlebih dahulu penjelasan dari tenaga ahli. Kemudian baru mengajukan pertanyaan apabila tidak mengerti.

2. Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus memilih tenaga ahli secara tepat, kemudian memonitor kinerja mereka dalam menjelaskan materi, agar materi dapat tersampaikan secara akurat.

3. Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan.

Untuk mengantisipasi hal ini guru harus pandai menciptakan suasana kelas yang menggairahkan agar siswa yang cerdas tertantang untuk mengikuti jalannya diskusi.

4. Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran.

Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition ( CIRC )

Cooperative Integrated Reading and Composition atau yang lebih dikenl sebagai CIRC, merupakan sebuah rancangan komprehensif untuk pengajaran membaca dan menulis bagi siswa tingkat sekolah dasar ( SD ). CIRC mengutamakan kemampuan berdasarkan membaca kelompok. Dimana siswa bekerja dalam kelompok belajar kooperatif yang beranggotakan empat orang. Siswa-siswa tersebut terlibat dalam sebuah rangkaian kegiatan bersama, termasuk saling membacakan cerita satu dengan yang lainnya ( Kiranawati, 2007 ). Peserta didik tersebut, juga bekerja sama untuk memahami ide pokok dan keterampilan pemahaman lain.

Pada metode ini, dibentuk kelompok untuk memberikan tanggapan terhadap wacana/ atau kliping yang diberikan.
Langkah-langkah:

  1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen.
  2. Guru memberikan wacana / kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
  3. Siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana / kliping dan ditulis pada lembar kertas.
  4. Mempresentasikan / membacakan hasil kelompok.
  5. Guru membuat kesimpulan bersama.
  6. Penutup.

Adapun yang menjadi kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran ini adalah :

Kelebihan :

  • Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat memberikan tanggapannya secara bebas.
  • Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama dan menghargai pendapat orang lain.

Kekurangan :

  • Pada saat dilakukan presentasi, terjadi kecenderungan hanya siswa pintar yang secara aktif tampil menyampaikan pendapat dan gagasan.

Jadi dalam CIRC, terdapat kesempatan yang sama bagi setiap anggota kelompok untuk berhasil. Dukungan kelompok dalam belajar, dan tanggung jawab individual digunakan untuk penampilan atau penentuan hasil akhir. Hal ini merupakan tiga elemen yang menjadi karakteristik dari model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition ( CIRC ).

Model Pembelajaran Team Assisted Individualization ( TAI )

Team Assisted Individualization atau yang lebih dikenal dengan TAI merupakan model pembelajaran yang menggunakan kombinasi pembelajaran kooperatif dan individual. Hal mendasar yang membedakan model pembelajaran TAI dengan lainnya adalah konsistensi pada mata pelajaran apa yang sesuai dengan model pembelajaran yang diterapkan, dimana model pembelajaran ini dibuat secara khusus untuk mata pelajaran matematika pada siswa kelas 3-6.

Berbeda dengan model lainnya, TAI terikat pada serangkaian materi pelajaran yang khas dan memiliki petunjuk pelaksanaan sendiri. Menurut Slavin (1995), adapun contoh penerapan model pembelajaran TAI dalam matematika adalah :

a. Kelompok

Siswa dalam TAI ditempatkan dalam kelompok-kelompok heterogen yang terdiri atas empat sampai lima orang.

b. Tes Penempatan

Pada awal pembelajaran matematika, siswa diberikan pra tes yang dimaksudkan untuk menempatkan siswa pada program individual yang didasarkan pada hasil tes mereka.

c. Materi Kurikulum

Siswa mempelajari materi secara individual mengenai penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, numerasi dan aljabar. Setiap unit materi memiliki bagian-bagian sebagai berikut :

· Lembar panduan untuk mereview konsep, dijelaskan oleh guru dalam pembelajaran kelompok.

· Lembar berbagai keterampilan peraktis, masing-masing terdiri dari enam belas masalah.

· Tes formatif – dua set paralel terdiri atas sepuluh butir.

· Lima belas butir unit tes materi.

· Halaman jawaban untuk lembar keterampilan praktis, formatif dan tes satuan.

d. Belajar Kelompok

Setelah ujian penempatan, guru memberikan materi pertama. Selanjutnya siswa sebagai peserta didik mulai mempelajari unit materi matematika secara individual. Unit materi tersebut tercetak pada buku atau media pembelajaran siswa.

e. Nilai Kelompok dan Penghargaan Kelompok

Diakhir materi, guru menghitung nilai kelompok. Nilai ini didasarkan pada jumlah rata-rata unit yang tercakup pada anggota kelompok dan akurasi dari tes-tes unit.

f. Mengajar Kelompok

Pada waktu memulai materi baru, guru menyajikan materi pokok selama 10-15 menit secara klasikal pada siswa. Dalam hal ini, guru menggunakan manipulasi, diagram, dan demonstrasi dengan tujuan memperkenalkan konsep pada siswa.

g. Tes Fakta

Dua kali selama pemberian materi, siswa diberikan tes selama kurang lebih tiga menit tentang fakta dan materi yang diberikan.

h. Unit Kelas Keseluruhan

Selama tiga kali dalam seminggu, guru menghentikan program individual dan menggunakan waktu seminggu untuk mengajar keterampilan geometri, pengukuran, himpunan, dan strategi pemecahan masalah.